Posted by erina on Tuesday, December 13, 2011. Filed under:


Cin(T)a



Sutradara         : Sammaria Simanjuntak
Pemain             : Sunny Soon sebagai Cina
                          Saira Jihan sebagai Annisa

Film ini mengambil tema yang cukup kontroversial, yakni mengenai hubungan laki-laki dan perempuan yang berbeda agama dan ras. Film ini sangat menarik karena jalan cerita yang disuguhkan dalam film ini merefleksikan kehidupan cinta anak muda saat ini. Film yang diperankan oleh Sunny Soon sebagai Cina, pemuda keturunan Tionghoa dari Tapanuli sebagai mahasiswa baru jurusan Arsitektur di ITB, seorang Kristen yang taat. Dan Saira Jihan sebagai Annisa seorang aktris dan senior Cina di kampus, berasal dari Jawa yang kental dengan unsur Islam. Keseluruhan cerita terfokus pada dua tokoh utama ini, sampai-sampai saya tidak tahu tokoh yang lain.

Sebagian besar adegan menyorot pemainnya secara close up dan fokus pada objek seperti jari, semut, apel dan lain-lain. Dialog antar pemain juga bagus. Dari awal sampai pertengahan film disajikan dialog yang mengalir, cerdas dan lucu serta memukau. Mampu membuat penonton ikut tersenyum sampai tertawa terbahak-bahak. Dan pada akhir-akhir cerita dialog yang digunakan lebih melankolis, dan mengena. Banyak dialog dari pemain yang jika kita perhatikan mengandung kritikan toleransi yang ada pada masyarakat. Berikut dialog yang menarik menurut saya:
“kau di subsidi di sekolah buat bantu pemerintah mikir, kalau kau bisanya Cuma nyalah-nyalahin pemerintah buat apa kau di luluskan, republik ini udah kebanyakan sarjana nyingir”
Kata-kata ini disampaikan oleh Cina kepada Annisa saat bikin TA.  Jika dirasa-rasakan kata-kata Cina ini begitu mengena dengan keadaan saat ini, yaitu pada mahasiswa yang pada awalnya ingin mendiskusikan suatu masalah tapi pada akhirnya melakukan demo menyalahkan pemerintah. Dalam kata-kata ini terkandung maksud bahwa kita mahasiswa harus bisa membantu pemerintah tidak hanya menyalahkan saja tapi juga memberi solusi atas permasalahan yang ada.
Kata-kata Annisa dan Cina waktu main puter-puteran:
“Kenapa Allah ciptain kita berbeda-beda kalau cuma mau di sembah dengan satu cara, makanya Allah ciptain cinta biar yang beda-beda bisa jadi satu, tapi tetap yang benar cuma satu”
Sedikit tercengang denger dialog ini, apa benar kita di ciptakan berbeda untuk jadi satu dengan yang namanya cinta, menurut saya itu tidak salah, hanya saja ada satu masalah yang sangat krusial, kata “menjadi satu”, yang di maksudkan satu itu yang bagaimana?
Kalau masih megang kepercayaan masing-masing saya rasa cinta belum menyatukan, hanya sekedar menyatukan fisik tapi bukan batin dan untuk bisa menyatukan semuanya tidak cukup dengan cinta. Karena saya yakin semua agama yang di peluk seseorang pasti sudah yang di rasa paling benar, untuk apa orang masih memeluk agama tersebut kalau ia tidak merasa agama tersebut benar. Terbukti di akhir kutipan di atas, tetap satu pihak merasa yang paling benar.
Saya rasa pasti ada mereka yang menjalani hubungan berbeda agama yang mengharapkan sebuah konflik dan solusi dan film ini misalnya masalah klasik seperti adanya pertentangan antar keluarga, orang tua yang tidak merestui, pandangan masyarakat, dan lain sebagainya. Namun sayang sekali, kasus klasik seperti itu tidak terdapat dalam film ini, karena hampir tidak adanya tokoh lain selain kedua tokoh utama.
Namun film ini mampu menghadirkan tema yang selama ini cukup dianggap tabu sehingga dapat dihadirkan ke ranah publik dengan segala pro dan kontranya. Serta juga membuat masing-masing penonton mempunyai persepsi dan pandangan yang berbeda-beda dalam melihatnya tanpa harus digiring ke dalam satu opini.

2 Responses to

  1. Maritsa Amaliyah

    filmx sungguh so sweet

  2. erina

    ayeiy.. ritsa suka yg so sweet so sweet :)

Leave a Reply