Showing posts with label Resensi. Show all posts

Resensi Film Gung Ho

Posted by erina on Wednesday, December 21, 2011. Filed under:
2 Comments

Resensi Film Gung Ho

Sutradara   : Ron Howard
Naskah       : Edwin Blum
Pemeran    : Michael Keaton, Gedde Watanabe, George Wendt, Mimi Rogers
Paramount Pictures, 1986


            Hadleyville merupakan sebuah kota kecil di Pensylvania, Amerika Serikat. Kota ini memiliki sebuah pabrik mobil yang telah telah tutup. Padahal, banyak penduduk kota yang tinggal di sekitar pabrik yang menggantungkan hidupnya dari pabrik motor tersebut. Oleh karena itu, para buruh menunjuk seseorang yang bernama Hunt Stevenson sebagai perwakilan mereka untuk berangkat ke Jepang dan melakukan presentasi kepada para pimpinan Assan Motor Company. Mereka berharap Assan Motor mau untuk “menghidupkan” kembali pabrik tersebut dan menyelamatkan warga kota tersebut dari keterpurukan ekonomi.
             Ketika melakukan presentasi Hunt sedikit ragu karena kebudayaan Amerika dan Jepang yang sangat berbeda. bahkan dia berpikir bahwa dia telah gagal membujuk pihak jepang untuk bekerja sama. Akan tetapi dalam film diceritakan bahwa pihak Jepang menyetujui untuk bekerja sama , dan mengirimkan Kozihiro sebagai pimpinan perusahaan tersebut.
                Pada suatu pagi, saat Kozihiro dan rekan-rekannya sedang mandi di sungai, tiba-tiba datanglah Stevenson yang mengejutkan mereka. Kemudian salah seorang rekan Kozihiro yang bernama Saito menyindir tentang kebiasaan kerja para buruh di Amerika Serikat yang dinilainya sangat lamban. Menurutnya, efisiensi dan efektifitas kinerja para buruh di Amerika sangat jauh bila dibandingkan Jepang.
Hunt tidakk terima dan membuat perjanjian untuk membuat 15000 unit mobil.
banyak karyawan yang kontra dan akhirnya belum selesai. namun Hunt dan Kozihiro tak kehabisan akal mereka mampu memotivasi karyawan. dan  berusaha untuk menyelesaikan kekurangan.
                     Mr. Sakamoto orang yang sangat perfeksionis. Beberapa mobil yang cacat tidak ikut dihitung.  Kemudian, dia juga mendapatkan bahwa masih ada kekurangan sebanyak 6 mobil dari yang ditargetkan, yaitu 15.000 mobil. Dengan melakukan berbagai pendekatan dengan Mr. Sakamoto, akhirnya Stevenson berhasil meyakinkan Mr. Sakamoto dengan cerita tentang basket ball-nya. Hal inilah yang membuat bos dari Assan Motor itu menyetujui dan menganggap tidak ada cacat pada mobil-mobil tersebut. Artinya Mr. Sakamoto merasa puas dan menghargai kerja keras para karyawan serta menyetujui kenaikan gaji para buruh.

Resensi Purple Love

Posted by erina on Tuesday, December 20, 2011. Filed under:
3 Comments

Purple Love



Pemain : Pasha
                  Nirina Zubir
                  Oncy
                  Kirana Larasati
                  Makki
                  Enda Rowman
                  Henidar Amroe
                  Qory Sandioriva
                  Djenar Maesa Ayu
Sutradara :Guntur Soeharjanto
Penulis :Cassandra Massardi

                Film ini bercerita tentang Pasha yang ingin melamar Lisa (Qory Sandioriva), namun di saat bahagia yang sudah Pasha pilih, ia malah disakiti karena Lisa ternyata lebih memilih lelaki lain. Pasha depresi. Hidup Pasha mendadak kelam. Melihat itu, empat teman kerja Pasha di advertising agency, Makki, Roman, Onci, Rowman dan Enda berupaya membuat hidup Pasha kembali ceria dengan meminta bantuan Talita (Nirina Zubir), pemilik Purple Heart, tempat yang (katanya) bisa membuat orang terus berbahagia. Permainan dimulai, Talita menabrak Pasha dengan sepeda, Pasha tidak sadarkan diri, dibawa pulang ke rumah dan saat Pasha pingsan keempat kawannya memakaikan perban di kaki Pasha, memberi kesan seolah-olah Pasha patah kaki, di sisi lain, Talita yang tidak sengaja memakai cincin yang seharusnya dikenakan Lisa. Pasha marah, meminta cincin itu dikembalikan. Talita menolak dan memberi syarat cincin akan dikembalikan asalkan Pasha memberi izin ke Talita untuk merawatnya selama Pasha sakit.
                 Persetujuan dibuat, keduanya menjadi dekat. Talita membawa keceriaan dalam hidup Pasha. Talita berhasil membuat Pasha menjadi ceria. Awalnya Talita berupaya menjodohkan Pasha dengan Shelly (Kirana Larasati), namun rencananya runyam karena secara tidak sengaja Shelly malah bertemu dengan Onci –dan akhirnya jatuh hati dengan teman Pasha itu. Bagaimana kelanjutkan kisah ini?
Setelah di awal tahun ada Baik-Baik Sayang yang menampilkan Wali, kini LayarBesar Indonesia kembali diisi sebuah band. Kali ini giliran Ungu yang bermain di film produksi Starvision Plus yang disutradarai Guntur Soeharjanto (Otomatis Romantis, Kabayan Jadi Milyuner). Membaca judulnya sudah jelas film ini masuk dalam kategori drama romantis. Melihat posternya, sudah jelas porsi film ini didominasi Pasha dan Nirina.
                       Sebagai film drama romantis, cerita film ini boleh dibilang cenderung berlarut-larut, sedikit bertele-tele, berputar dan terasa dipanjang-panjangkan. Ada beberapa rahasia yang diungkap di belakang (mungkin dimaksudkan sebagai twist, tetapi akhirnya cenderung memberi kesan ‘elaaaah kok gini sih’). Cerita kedekatan Pasha dan Talita yang seharusnya bisa kelar dengan gampang dipersulit dengan memutar cerita, mendramatisasi dan memasukkan twist. Awalnya, kedekatan Pasha dan Talita enak untuk diikuti, namun ketika masuk wilayah dramatisasi mengharu biru, perlahan rasa nyaman melihatnya terkikis. Porsi komedi yang hadir dari tokoh Shelly yang tergila-gila dengan Onci sangat minim, cenderung terasa seperti tempelan saja, padahal tokoh Shelly dan unsur komedi dari karakternya sukses memberikan tawa segar.

Perempuan Berkalung Sorban

Posted by erina Filed under:
2 Comments

Perempuan Berkalung Sorban

 
Pemain :Revalina S Temat
               Joshua Pandelaki
               Widyawati
               Oka Antara
               Reza Rahadian
                Ide Leman

Sutradara : Hanung Bramantyo

Penulis : Hanung Bramantyo
                Ginatri S. Noor 

                 Film ini bercerita tentang sebuah kisah pengorbanan seorang perempuan, Seorang anak kyai Salafiah sekaligus seorang ibu dan isteri. Anissa , seorang perempuan dengan pendirian kuat, cantik dan cerdas. Anissa hidup dalam lingkungan keluarga kyai di pesantren Salafiah putri Al Huda, Jawa Timur yang konservatif. Baginya ilmu sejati dan benar hanyalah Qur’an, Hadist dan Sunnah. Buku modern dianggap menyimpang.
                  Dalam pesantren Salafiah putri Al Huda diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan muslim dimana pelajaran itu membuat Anissa beranggapan bahwa Islam membela laki-laki, perempuan sangat lemah dan tidak seimbang
Tapi protes Anissa selalu dianggap rengekan anak kecil. Hanya Khudori (Oka Antara), paman dari pihak Ibu, yang selalu menemani Anissa. Menghiburnya sekaligus menyajikan ‘dunia’ yang lain bagi Anissa.        
                  Diam-diam Anissa menaruh hati kepada Khudori. Tapi cinta itu tidak terbalas karena Khudori menyadari dirinya masih ada hubungan dekat dengan keluarga Kyai Hanan (Joshua Pandelaky), sekalipun bukan sedarah. Hal itu membuat Khudori selalu mencoba membunuh cintanya. Sampai akhirnya Khudori melanjutkan sekolah ke Kairo. Secara diam-diam Anissa mendaftarkan kuliah ke Jogja dan diterima tapi Kyai Hanan tidak mengijinkan, dengan alasan bisa menimbulkan fitnah, ketika seorang perempuan belum menikah berada sendirian jauh dari orang tua. Anissa merengek dan protes dengan alasan ayahnya.
Akhirnya Anissa malah dinikahkan dengan Samsudin (Reza Rahadian), seorang anak Kyai dari pesantren Salaf terbesar di Jawa Timur. Sekalipun hati Anissa berontak, tapi pernikahan itu dilangsungkan juga. Kenyataan Samsudin menikah lagi dengan Kalsum (Francine Roosenda). Harapan untuk menjadi perempuan muslimah yang mandiri bagi Anissa seketika runtuh. Dalam kiprahnya itu, Anissa dipertemukan lagi dengan Khudori. Keduanya masih sama-sama mencintai.
              Tema yang di usung dalam film ini adalah mengenai emansipasi wanita, dimana tokoh yang diperankan Revalina tidak setuju dengan adanya pembedaan antara laki-laki dan wanita. 

Posted by erina on Tuesday, December 13, 2011. Filed under:
2 Comments


Cin(T)a



Sutradara         : Sammaria Simanjuntak
Pemain             : Sunny Soon sebagai Cina
                          Saira Jihan sebagai Annisa

Film ini mengambil tema yang cukup kontroversial, yakni mengenai hubungan laki-laki dan perempuan yang berbeda agama dan ras. Film ini sangat menarik karena jalan cerita yang disuguhkan dalam film ini merefleksikan kehidupan cinta anak muda saat ini. Film yang diperankan oleh Sunny Soon sebagai Cina, pemuda keturunan Tionghoa dari Tapanuli sebagai mahasiswa baru jurusan Arsitektur di ITB, seorang Kristen yang taat. Dan Saira Jihan sebagai Annisa seorang aktris dan senior Cina di kampus, berasal dari Jawa yang kental dengan unsur Islam. Keseluruhan cerita terfokus pada dua tokoh utama ini, sampai-sampai saya tidak tahu tokoh yang lain.

Sebagian besar adegan menyorot pemainnya secara close up dan fokus pada objek seperti jari, semut, apel dan lain-lain. Dialog antar pemain juga bagus. Dari awal sampai pertengahan film disajikan dialog yang mengalir, cerdas dan lucu serta memukau. Mampu membuat penonton ikut tersenyum sampai tertawa terbahak-bahak. Dan pada akhir-akhir cerita dialog yang digunakan lebih melankolis, dan mengena. Banyak dialog dari pemain yang jika kita perhatikan mengandung kritikan toleransi yang ada pada masyarakat. Berikut dialog yang menarik menurut saya:
“kau di subsidi di sekolah buat bantu pemerintah mikir, kalau kau bisanya Cuma nyalah-nyalahin pemerintah buat apa kau di luluskan, republik ini udah kebanyakan sarjana nyingir”
Kata-kata ini disampaikan oleh Cina kepada Annisa saat bikin TA.  Jika dirasa-rasakan kata-kata Cina ini begitu mengena dengan keadaan saat ini, yaitu pada mahasiswa yang pada awalnya ingin mendiskusikan suatu masalah tapi pada akhirnya melakukan demo menyalahkan pemerintah. Dalam kata-kata ini terkandung maksud bahwa kita mahasiswa harus bisa membantu pemerintah tidak hanya menyalahkan saja tapi juga memberi solusi atas permasalahan yang ada.
Kata-kata Annisa dan Cina waktu main puter-puteran:
“Kenapa Allah ciptain kita berbeda-beda kalau cuma mau di sembah dengan satu cara, makanya Allah ciptain cinta biar yang beda-beda bisa jadi satu, tapi tetap yang benar cuma satu”
Sedikit tercengang denger dialog ini, apa benar kita di ciptakan berbeda untuk jadi satu dengan yang namanya cinta, menurut saya itu tidak salah, hanya saja ada satu masalah yang sangat krusial, kata “menjadi satu”, yang di maksudkan satu itu yang bagaimana?
Kalau masih megang kepercayaan masing-masing saya rasa cinta belum menyatukan, hanya sekedar menyatukan fisik tapi bukan batin dan untuk bisa menyatukan semuanya tidak cukup dengan cinta. Karena saya yakin semua agama yang di peluk seseorang pasti sudah yang di rasa paling benar, untuk apa orang masih memeluk agama tersebut kalau ia tidak merasa agama tersebut benar. Terbukti di akhir kutipan di atas, tetap satu pihak merasa yang paling benar.
Saya rasa pasti ada mereka yang menjalani hubungan berbeda agama yang mengharapkan sebuah konflik dan solusi dan film ini misalnya masalah klasik seperti adanya pertentangan antar keluarga, orang tua yang tidak merestui, pandangan masyarakat, dan lain sebagainya. Namun sayang sekali, kasus klasik seperti itu tidak terdapat dalam film ini, karena hampir tidak adanya tokoh lain selain kedua tokoh utama.
Namun film ini mampu menghadirkan tema yang selama ini cukup dianggap tabu sehingga dapat dihadirkan ke ranah publik dengan segala pro dan kontranya. Serta juga membuat masing-masing penonton mempunyai persepsi dan pandangan yang berbeda-beda dalam melihatnya tanpa harus digiring ke dalam satu opini.

Posted by erina Filed under:
4 Comments

Taare Zameen Par
Sutradara         : Aamir Khan
Penulis             : Amole Gupte
Pemain             : 1. Aamir Khan sebagai Ram Shankar Nikumbh
2. Darsheel Safary sebagai Ishaan Awasthi
3. Tisca Chopra sebagai Maya Awasthi (ibu Ishaan)
4. Vipin Sharma sebagai Nandkishore Awasthi (ayah Ishaan)
5. Sachet Engineer sebagai Yohaan Awasthi (kakak Ishaan)
6. Tanay Chheda sebagai Rajan Damodran
Tanggal Rilis    : 21 Desember 2007


Film ini bercerita tentang seorang anak kelas 3 SD yang bisa dikatakan idiot yang bernama Ishaan. Ishaan berasal dari keluarga kelas menengah dengan seorang ayah yang keras, ibu yang penyayang dan kakak yang pandai. Ishaan mengalami kesulitan menangkap perintah dan kata-kata orang lain, susah menulis dengan baik dan benar. Dalam imajinasinya setiap kata-kata dan tulisan itu menari-nari. Ishaan susah untuk mengerjakan pelajaran. Ishaan menjadi bahan ejekan teman-temannya, dan bahkan gurupun sering memarahinya. Banyak keluhan yang diterima oleh kedua orang tua Ishaan, nilai jeblok di sekolah, dan banyak keluhan tetangga karena kenakalan Ishaan, sampai pada akhirnya sang ayah memutuskan untuk mengirim Ishaan ke sekolah asrama
            Ishaan sangat terpukul dengan keputusan ayahnya, ia merasa dibuang dari keluarganya sendiri. Ditambah dengan perlakuan dari tiap guru sama seperti sekolah sebelumnya. Ishaan yang sebelumnya adalah anak yang ceria, bandel dan imajinatif, kini menjadi sorang Ishaan yang murung dan menutup diri, ia hanya berteman dengan Rajan sang bintang kelas yang memiliki kaki yang cacat. Sedikit demi sedikit permasalahan Ishaa terurai oleh Rham Shankar, guru seni penganti.

Guru ini mempunyai cara yang berbeda dalam mengajar. Ram mengajak mereka berpikir keluar dari buku dan berimajinasi. Seluruh siswa dikelas merespon, kecuali Ishaan. Ram menyelidiki latar belakang Ishaan dan pada akhirnya ia mengetahui bahwa Ishaan menderita penyakit disleksia yaitu sebuah kondisi dimana penderita tidak mampu untuk belajar, mambaca dan menulis. Ram mebuat orang tua Ishaan percaya bahwa Ishaan bukan abnormal, tetapi anak yang istimewa dengan bakat sendiri.. perlahan Ram mampu membangun rasa percaya diri Ishaan dan mengembalikan Ishaan yan ceria seperti dahulu.
lukisan Ram
       Sulit untuk tidak jatuh hati dengan film ini, melihat alur ceritanya yang dikemas begitu apik dan dilengkapi dengan rangkaian adegan-adegan yang lucu, unik dan segar yang mampu membawa saya seakan-akan masuk kedalam film tersebut. Selain itu yang membuat film ini berbeda dengan film ini adalah pada imajinasi yang dimiliki tokoh Ishaan, campuran ceria bertebaran sepanjang film dan seakan menularkan emosi positif kepada penonton. Meskipun seperti film India pada umumnya yaitu memiliki durasi yang panjang, namunsemua kelebihan yang sudah sebagian saya paparkan diatas mampu membuat saya lepas dari rasa bosan dan ingin tahu lanjutan cerita.
Meskipun begitu, ada bagian yang kurang menurut saya, karakter ayah Ihsan yang dibangun dengan sangat baik di awal film (sebagai ayah yang keras, disiplin, menuntut yang terbaik dari anak-anaknya sebagaimana ia juga selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka) lama-kelamaan seakan tidak berarti lagi. Memang fokus utama film ini adalah anak-anak, dan tergarap baik sekali mendekati sempurna. Tapi rasanya sayang sekali tokoh orangtua, apalagi tokoh kakak, berakhir seperti tempelan belaka. Tapi terlepas dari itu, keseluruhan dari film ini sangat bagus dan mengandung pesan-pesan moral yang bagus.Pesan moral yang disampaikan dari film ini adalah setiap anak itu spesial oleh karena itu perlakukanlah secara istimewa pula .